http://wanskawani.blogspot.com/ | KAWANI MEDIA |
Tafsir Al-Qur’an
Tafsir al-Qur’an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan
yang bersangkutan dengan Al-Qur-an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin
(pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al Qur’an,
khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya, dalam
memahami dan menafsirkan Al-Qur’an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa
Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur-an
dan isinya, Ilmu untuk memahami Al-Qur’an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau
biasa dikenal dengan Ulumul Qur’an, terdapat dua bentuk penafsiran yaitu
at-tafsîr bi al- ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi, dengan empat metode, yaitu
ijmâli, tahlîli, muqârin dan maudhû’i. Sedangkan dari segi corak lebih beragam,
ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan
corak sastra budaya kemasyarakatan.
Tafsir berasal dari kata al-fusru
yang mempunyai arti al-ibanah wa al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu).
Menurut pengertian terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari
Al-Imam Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan hikmah dan
hukum-hukumnya.
Usaha menafsirkan Al-Qur’an sudah
dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40
H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H), ‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn
Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain
Urgensi Tafsir Al-Qur’an dalam Islam
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril dalam bahasa Arab dengan
segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
dasar-dasar aqidah,
kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus
dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah SWT tidak menjamin perincian-perincian
dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal Al-Qur’an yang
membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang singkat namun
luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat terhimpun sekian
banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa tafsir Al-Qur’an
Sejarah Tafsir Al-Qur’an
Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW
masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah
ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada RasulullahSAW.
Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam
menafsirkan Al-Qur’an :
1.
Al-Qur’an itu
sendiri karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat
dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
2.
Rasulullah SAW
semasa masih hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang
makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham
tentangnya.
3.
Ijtihad dan
Pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab asli
yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya. Tafsir
yang berasal dari para sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut
jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan
pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu
sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Para sahabat yang
terkenal banyak menafsirkan Al-Qur’an antara
lain empat khalifah , Ibn Mas’ud, Ibn Abbas,Ubai bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum terdapat satupun
pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadits.
Sesudah generasi sahabat, datanglah
generasi tabi’in yang belajar Islam melalui para
sahabat di wilayah masing-masing. Ada tiga kota utama dalam pengajaran Al-Qur’an yang
masing-masing melahirkan madrasahatau madzhab tersendiri
yaitu Mekkah dengan
madrasah Ibn Abbas dengan
murid-murid antara lain Mujahid ibn Jabir, Atha ibn Abi Ribah, Ikrimah Maula Ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al-Yamani dan Said ibn Jabir. Madinahdengan
madrasah Ubay ibn Ka’ab dengan
murid-murid Muhammad ibn Ka’ab
al-Qurazhi, Abu al-Aliyah ar-Riyahi dan Zaid ibn Aslam dan Irak dengan madrasah Ibn Mas’ud dengan
murid-murid al-Hasan al-Bashri,Masruq ibn al-Ajda, Qatadah ibn-Di’amah, Atah ibn Abi Muslim
al-Khurasani dan Marah al-Hamdani.
Pada masa ini tafsir masih merupakan
bagian dari hadits namun
masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri.
Ketika datang masa kodifikasi hadits,
riwayat yang berisi tafsir sudah menjadi bab tersendiri namun belum sistematis sampai
masa sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan
tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama
sesudahnya seperti Ibn Majah, Ibn Jarir at-Thabari, Abu Bakr ibn al-Munzir
an-Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilah yang
disebut tafsir bi al-Matsur.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa Dinasti Abbasiyah menuntut
pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur ijtihad yang
lebih besar. Mekipun begitu mereka tetap berpegangan pada Tafsir bi al-Matsur dan
metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa tersebut.
Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai tafsir bi al-ray yang
memperluas ijtihad dibandingkan
masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan ajaran tasawuf melahirkan
pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai tafsir isyarah.
Bentuk Tafsir Al-Qur’an
Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur’an
yang dihasilkan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga:
1. Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang berarti sunnah, hadits, jejak,
peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang mufassir menelusuri
jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW.
Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu
menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah karena ia
berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, dengan
perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah,
atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
Contoh tafsir Al Qur’an dengan Al
Qur’an antara lain:
“wa kuluu wasyrobuu hattaa
yatabayyana lakumul khaithul abyadhu minal khaithil aswadi minal fajri….” (Surat Al Baqarah:187)
Kata minal
fajri adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat al khaitil abyadhi.
Contoh Tafsir Al Qur’an dengan Sunnah antara
lain:
“alladziina amanuu wa lam
yalbisuu iimaanahum bizhulmin……” (Surat Al An’am: 82)
Rasulullah s.a.w.menafsirkan dengan
mengacu pada ayat :
“innasy syirka lazhulmun
‘azhiim” (Surat Luqman:
13)
Dengan itu Beliau menafsirkan makna zhalim dengan syirik.
Tafsir-tafsir bil ma’tsur yang
terkenal antara lain: Tafsir Ibnu Jarir, Tafsir Abu Laits As
Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma’tsur
fit Tafsiri bil Ma’tsur (karya Jalaluddin As Sayuthi), Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Baghawy danTafsir Baqy ibn Makhlad, Asbabun Nuzul (karya Al Wahidy) dan An Nasikh wal Mansukh (karya Abu Ja’far An Nahhas).
2. Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang
menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa
Daulah Abbasiyah maka
tafsir ini memperbesar peranan ijtihad dibandingkan
dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab,
ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu
hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan menggunakan
kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan mengembangkannya dengan
bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Contoh Tafsir bir ra’yi dalam Tafsir
Jalalain:
“khalaqal insaana min ‘alaq” (Surat Al Alaq: 2)
Kata alaq disini
diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz alaqah yang
berarti segumpal darah yang
kental.
Beberapa tafsir bir ra’yi yang
terkenal antara lain: Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin Muhammad Al
Mahallydan disempurnakan oleh Jalaluddin Abdur Rahman
As Sayuthi),Tafsir Al Baidhawi, Tafsir Al Fakhrur Razy,Tafsir Abu Suud, Tafsir An Nasafy, Tafsir Al Khatib, Tafsir Al Khazin.
3. Tafsir Isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat
mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah yang segera mudah
dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat
yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya.
Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an inilah
yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang
dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
Contoh bentuk penafsiran secara
Isyari antara lain adalah pada ayat:
‘“…….Innallaha ya`murukum an
tadzbahuu baqarah…..” (Surat Al Baqarah:
67)
Yang mempunyai makna zhahir adalah “……Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih seekor sapi betina…” tetapi dalam tafsir
Isyari diberi makna dengan “….Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih nafsu hewaniah…”.
Beberapa karya tafsir Isyari yang
terkenal antara lain: Tafsir An Naisabury, Tafsir Al Alusy, Tafsir At Tastary,Tafsir Ibnu Araby
Metodologi Tafsir Al-Qur’an
Metodologi Tafsir dibagi menjadi
empat macam yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin dan metode
maudlu’i.
Metode Tahlili (Analitik)
Metode ini adalah yang paling tua
dan paling sering digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang
ia sebut sebagai metode tajzi’i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha
menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari
berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur`an sebagaimana
tercantum dalam al-Qur`an.
Tafsir ini dilakukan secara
berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir
sesuai dengan susunan Al-Qur’an. Dia menjelaskan kosa kata dan lafazh,
menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat,
yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan
susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara
bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut Malik bin Nabi, tujuan
utama ulama menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ini adalah untuk meletakkan
dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan Al-Qur’an, sesuatu yang
dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini.
Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkan
gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini
adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada
persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga
mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur’an untuk setiap
waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha
menafsirkan Al-Qur’an secara singkat dan global, dengan menjelaskan
makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah
dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan
dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada
kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin
secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu
ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode
perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau
antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari
obyek yang diperbandingkan itu.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang
berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an
yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul
tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan
sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan
ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.
Macam Tafsir Al-Qur’an
Setiap penafsir akan menghasilkan
corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan,
aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari mufassir itu sendiri
sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan
dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai
berikut:
“
|
Ayat-ayat Al-Qur’an bagaikan intan,
setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang
terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita
mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak
dibandingkan apa yang kita lihat.
|
”
|
Di antara berbagai corak itu antara
lain adalah :
·
Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang
memeluk Islamserta
akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga
dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan
kedalaman arti kandungan Al-Qur’an di bidang ini.
·
Corak Filsafat dan Teologi : corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab-kitab filsafat yang
memengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada
akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir mereka.
·
Corak Penafsiran Ilmiah: akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka
muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur’an sejalan
dengan perkembangan ilmu yang terjadi.
·
Corak Fikih: akibat perkembangan ilmu fiqih dan
terbentuknya madzhab-mahzab
fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya
berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
·
Corak Tasawuf : akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula
tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak tasawuf.
·
Corak Sastra Budaya
Kemasyarakatan: corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang
menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur’an yang
berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat,
usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk
ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang
mudah dimengerti dan enak didengar.
Perkembangan
Ilmu tafsir Al Qur’an terus
mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan
suatu keharusan agar Al Qur’an dapat bermakna bagi umat Islam. Pada perkembangan
terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna memenuhi tujuan tersebut. Dengan
mengambil beberapa metode dalam ilmu filsafat yang
digunakan untuk membaca teks Al-Qur’an maka
dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur’an. Di antara metode-metode
tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode Tafsir Hermeneutika dan
Metode Tafsir Semiotika.
Tafsir terkenal antara lain
·
‘Abdullah bin Abbas,
dilahirkan di Syi’bi tiga tahun sebelum hijrah, ada yang mengatakan lima tahun
sebelum hijrah, dan wafat di kota Thoif pada tahun 65 H, dan ada yang
mengatakan tahun 67 H, dan ‘Ulama’ Jumhur mengatakan wafat pada tahun 68 H.,
banyak melahirkan beberapa tafsir yang tidak terhitung jumlahnya, dan tafsiran
beliau dikumpulkan dalam sebuah kitab yang diberi nama Tafsir ibnu Abbas. Di
dalam kitab ini terdapat beberapa riwayat dan metode yang berbeda-beda, namun
yang paling bagus adalah tafsir yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah Al
Hasyimi.
·
Mujahid bin Jabr, dilahirkan pada tahun 21 H, pada masa ke pemimpinan Umar
bin Khattob, dan wafat pada tahun 102/103 H. sedangkan menurut Yahya bin
Qhatton, beliau wafat pada tahun 104 H., termasuk tokoh tafsir pada masa
tabi’in sehingga beliau dikatakan tokoh paling ‘alim dalam bidang tafsir pada
masa tabi’in, dan pernah belajar tafsir kepada Ibnu Abbas sebanyak 30 kali.
·
Atthobari, bernama lengkap Muhammad bin Jarir,
di lahirkan di Baghdad pada tahun 224 H, dan wafat pada tahun 310 H.
karangan-karangannya adalah Jami’ul Bayan Fi Tafsiril Qur’an, Tarikhul Umam Al
muluk dan masih banyak lagi yang belum disebutkan.
·
Ibnu Katsir, bernama lengkap Isma’il bin Umar Al Qorsyi ibnu
Katsir Al Bashri. Di lahirkan pada tahun 705 H. dan wafat pada tahun
774 H. termasuk ahli dalam bidang fiqih, hadist, sejarah, dan tafsir,
karangan-karangannya adalah Al Bidayah Wan Nihayah Fi Tarikhi, Al Ijtihad Fi
Tholabil jihad, Tafsirul Qur’an, dan lain-lainnya.
·
Fakhruddin Ar Rozi, bernama lengkap Muhammad bin Umar bin Al Hasan
Attamimi Al Bakri Atthobaristani Ar Rozi Fakhruddin yang
terkenal dengan sebutan Ibnul Khotib As Syafi’i,
lahir di Royyi pada tahun 543 H. dan wafat pada tahun 606 H. di harrot,
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pasti, dan juga mendalami ilmu
filsafat dan mantiq, karangannya adalah mafatihul Ghoib fi Tafsirul Qur’an, Al
Muhasshol fi Ushulil Fiqh, Ta’jizul Falasifah dan lain-lainya.
Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
1.
Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti kata Al-Qur’an.
Mujahid rah.a., berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, ia
tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui ilmu
lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu lughat tidak cukup karena kadangkala
satu kata mengandung berbagai arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti,
tidaklah cukup. Dapat terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang
berbeda.
2.
Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu, karena sedikit saja
i’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti kata tersebut. Sedangkan
pengetahuan tentang i’rab hanya di dapat dalam ilmu nahwu.
3.
Sharaf (perubahan bentuk kata)
4.
Isytiqaq (akar kata)
5.
Ma’ani (susunan kata)
6.
Bayaan
7.
Badi’
8.
Qira’at
9.
Aqa’id
10.
Ushul Fiqih
11.
Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang menerangkan tentang latar
belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga keterangan yang menjelaskan
tentang keadaan atau kejadian pada saat suatu ayat diturunkan, meski tidak ada
kaitan langsung dengan turunnya ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah
antara keduanya. Seringkali peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat
bukan hanya satu, bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai
turunnya suatu ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali,
dengan motivasi kejadian yang berbeda.
12.
Nasikh Mansukh
13.
‘Fiqih
14.
Hadits
15.
Wahbi
Diposting Oleh : Unknown
Anda sedang membaca artikel tentang Tafsir Al-Qur'an. Anda diperbolehkan mengcopy paste isi blog ini, namun jangan lupa untuk mencantumkan link ini sebagai sumbernya. Beritahukan kepada saya jika ada Link yang rusak atau tidak berfungsi. Apabila suka dengan postingan ini silahkan di Like dan Share dengan tidak lupa Komentar dan Masukannya.
0 komentar:
Post a Comment